Senin, 25 Mei 2009

ADAT PERKAWINAN SUKU GAYO LUES

Oleh : Drs. Isma Tantawi


I. Pendahuluan
Suku Gayo hanya satu di permukaan bumi ini. Gayo Lues, Gayo Alas, Gayo Laut, dan Gayo Serbejadi terjadi karena perbedaan tempat tinggal saja. Kalau ada terdapat perbedaan di antara Gayo di atas, hal itu akibat pengaruh lingkungan dan geografis. Bagi saya, perbedaan itu adalah asset budaya Gayo.
Jika suku Gayo bercita-cita untuk menjadi suku yang maju dan dapat menjawab tantangan zaman adalah harus bersatu. Tidak melihat perbedaan, tetapi lebih melihat persamaan, sehingga dapat membangun masa depan yang gemilang. Suku Gayo menjadi suku yang harus diperhitungkan untuk membangun bangsa dan negara Republik Indonesia yang sedang menangis ini.
Salah satu upaya adalah menggali potensi budaya, sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang utuh dan mapan. Dapat menjadi acuan atau pedoman dalam usaha menyusun langkah dan strategi untuk menghadapi masa depan yang cerah. Sangat sesuai dengan semangat otonomi daerah (suatu perobahan sistem dari sentralisasi menjadi desentralisasi).
Untuk memenuhi harapan di atas, di samping harapan panitia, saya mencoba untuk menyusun sebuah makalah yang sangat sederhana tentang adat perkawian suku Gayo Lues. Hal ini sangat menarik karena kita selalu menghadapi persoalan adat perkawinan pada setiap saat. Makalah yang sangat sederhana ini, dapat kiranya menjadi bahan diskusi di dalam seminar ini.
Perkawinan suku Gayo sebenarnya adalah yang berlaku sesuai menurut syariat Islam. Kemudian suku Gayo yang mempunyai budaya dan tradisi tersendiri. Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan tradisi yang berlaku di Gayo Lues yang diturunkan secara turun-temurun dari leluhur kita.

II. Bentuk Perkawinan Suku Gayo Lues
Bentuk perkawinan di dalam suku Gayo Lues dapat dibagi empat macam, yaitu:
1. Juelen
Perkawinan juelen ialah inen mayak masuk kepada pihak keluarga aman mayak. Jadi, pihak wanita masuk menjadi tanggung jawab pihak suami. Inen mayak tinggal di di rumah aman mayak. Mengikuti garis keturunan ayah (patrilinial).

2. Angkap
Perkawinan angkap ialah aman mayak masuk pihak keluarga inen mayak. Aman mayak tinggal di rumah inen mayak. Aman mayak diberikan harta berupa sawah atau kebun dari pihak keluarga inen mayak. Mengikuti garis keturunan ibu (matrilinial).

3. Naik
Perkawinan naik ialah perkawinan terjadi karena sama-sama suka, namun mendapat hambatan dari salah satu atau kedua keluarga. Sehingga wanita meminta supaya untuk dinikahkan dengan seorang pria melalui kantor urusan agama.

4. Mah Tabak
Perkawinan mah tabak ialah perkawinan terjadi karena sama-sama suka, namun mendapat hambatan dari salah satu keluarga atau kedua keluarga. Sehingga pria menyerahkan diri kepada pihak keluarga wanita untuk dinikahkan. Pada perkawinan mah tabak ini pria harus membawa.

a. Tali (jika tidak disetujui, ikatlah dengan tali ini).
b. Pisau atau kelewang (jika tidak disetujui, bunuhlah dengan pisau ini).
c. Peti (jika tidak setuju, peti ini untuk tempat mayatnya).
d. Tabak, alat untuk mengangkat tanah (jika tidak disetujui, timbunlah kuburan dengan alat ini).

III. Tahapan Perkawinan Juelen Suku Gayo Lues
Untuk melaksanakan upacara perkawinan suku Gayo Lues ditempuh melalui empat tahapan. Tahapan-tahapan itu adalah seabagai berikut:
A. Tahap Permulaan
Tahapan permulaan ini terdiri dari empat bagian dan setiap bagian memiliki perbedaan, yaitu:

1. K u s i k
Kusik merupakan awal pembicaraan antara ayah dengan ibu dari seorang pria, untuk mencari jodoh anaknya, karena sudah sampai umur, keinginan memiliki menantu (pemen), keinginan memiliki cucu (kumpu), dan supaya dapat membantu pekerjaan.

2. S i s u
Sisu adalah hasil pembicaraan kedua orangtua disampaikan kepada keluarga dekat, seperti kepada anak yang sudah berkeluarga, kakek-nenek, wawak, pakcik-makcik, dan lain-lain.

3. P a k o k
Pakok merupakan penjajakan awal kepada anak pria. Penjajakan dilakukan oleh nenek atau bibik (tutur ringen). Tujuannya adalah untuk meminta kesediaan anak pria (win bujang) untuk dicarikan jodoh. Dalam penjajakan ini nenek dan bibik harus mampu menyakinkan dan memberikan argumentasi yan tepat, supaya anak tersebut dapat menerimanya.


4. P e d e n
Peden adalah untuk menyelidiki wanita (etek beru) untuk dijadikan calon isteri dari anak pria yang bersangkutan. Dari sekian banyak pilihan itu, terakhir dipilih satu di antaranya untuk dicalonkan. Biasanya diputuskan karena cantik (jeroh), kaya, taat (agama Islam), dan keturunan orang yang baik-baik, enti bau.

B. Tahap Persiapan
Pada tahapan persiapan ini juga terbagi atas empat bagian juga, yaitu:
1. R i s i k
Setelah peden dan diambil kesimpulan bahwa pilihan jatuh pada salah seorang wanita yang dituju, maka langkah berikutnya adalah mengadakan risik, yaitu penjajakan awal dari orang tua calon pengantin pria (aman mayak) terhadap orang tua wanita (inen mayak), apakah anak yang mereka maksudkan sudah dipinang orang atau sudah diberikan izin untuk dipinang, biasanya penyelidikan disampaikan secara bergurau (bersene).

2. R e s e
Bila dalam pembicaraan bergurau diperoleh gambaran, bahwa sang dara belum ada yang melamar dan sudah ada izin untuk dipinang. Maka orang tua calon pengantin pria, yang biasanya famili terdekat seperti nenek atau bibik mendatangi orang tua si wanita dengan membawa bibit-bibitan (inih) dalam sumpit (bebalun), seperti bibit kacang, jagung, terong, ketumbar, dan lain-lain. Kedatangan ini disebut dengan melamar (nentong) secara resmi.

3. K o n o
Setelah lamaran diterima dan kedua belah pihak telah menyetujui beban mas kawin (mahar) dan permintaan orangtua (unyuk) serta menentukan hari pengikatan janji (norot peri) dan penyerahan mas kawin dan permintaan orangtua. Dalam acara kono, pihak pria harus membawa perlengkapan seperti:
a. Nasi bungkus satu sumpit (Kero tum sara tape),
b. Sirih pinang (mangas), dan
c. Uang yang tidak tertentu jumlahnya.

4. K i n t e
Kinte merupakan acara puncak dalam peminangan yang diiringi dengan upacara adat. Pihak calon aman mayak beserta kaum kerabat dan jema opat (sudere ,urangtue, pewawe, dan pengulunte) beramai-ramai ke rumah calon inen mayak. Upacara nginte dilaksanakan untuk penyerahan mahar dan unyuk, penentuan hari H pernikahan, dan menentukan perantara (telangke) untuk melaksanakan semua perjanjian kedua belah pihak. Jika dalam masa kinte ini pihak inen mayak ingkar kepada janji, maka pihak inen mayak harus membayar dua kali lipat dari perjanjian. Sebaliknya jika pihak pihak aman mayak yang ingkar, maka semua pemberian tadi dianggap hangus (ku langit gih naeh mupucuk, ku bumi gere naeh muuyet).

Bahan-bahan yang dibawa pada saat menginte adalah:
a. Nasi bungkus lima sumpit atau 20 bungkus (Kero tum lime tape atau 20 tum).
b. Ikan dan sayur (pengkero urum poen). dan
c. Kue-kue (Penan si lemak lungi).
Selain alat-alat di atas, pihak pria diharuskan menyediakan :
a. Kerbau atau kambing (koro gelih)
b. Seperangkat busana (upuh selingkuh)

{Mugenap, artinya kedua belah pihak menyusun panitia (sukut) masing-masing dengan mengundang biak opat (ralik, juelen, sebet, guru) jema opat (sudere, urangtue, pegawe, pengulunte) Tujuannya untuk menentukan seksi-seksi. Sahan bernangka sahan berutem, sahan njerang sahan nango aih. Kemudian menentukan ruangan sitige (pendehren, pendahrin, kekasihen)}.


C. Tahap Pelaksanaan (PuncakAcara Perkawinan)
Dalam tahap pelaksanaan puncak perkawinan ini juga dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Beguru
Beguru merupakan upacara khusus yang diselenggarakan di kediaman masing-masing calon aman mayak menjelang berlangsungnya akad nikah. Tujuannya adalah memberi perbekalan yang berupa nasihat (ejer marah manat putenah) tentang seluk beluk berumah tangga, kewajiban suami istri yang sesuai dengan ketentuan agama Islam dan adat istiadat. Dalam acara beguru ini disediakan beberapa perlengkapan untuk mendukungnya seperti tempat khusus (dalung) dan isinya beras, sirih, pinang, konyel, gambir, dan kapur. Pada saat ini diadakan pongot dan tepung tawar (tawar dun kayu). Mengenai tawar dun kayu akan dibicarakan di akhir makalah ini.

2. Nyerah
Nyerah juga dilakukan sebelum akad nikah, yaitu upacara penyerahan tanggung jawab dan pelaksanaan dan semua peralatan perkawinan dari pihak aman mayak kepada panitia (sukut). Dalam penyerahan ini diberikan beras, sirih dan lain-lain yang diletakkan di atas dalung.

3. Bejege
Bejege adalah acara yang digelar pada malam hari, dengan mengundang biak opat (ralik, juelen, sebet, guru) jema opat (sudere, urangtue, pegawe, pengulunte)serta famili yang ada di kampung lain.

Dalam acara bejege ada hidangan yang tujuh (edangan si pitu) (pitu pingen, pitu mangkuk, pitu cawan pengkero, pitu cawan ni poen, pitu aih basuh) dan empat hidangan (edangan si opat) pendamping (kunangan) sebagai makanan penghormatan kepada biak opat dan jema opat. Hidangan diserahkan kepada ralik, juelen, sebet, guru, sudere, urangtue, pegawe, dan selebihnya diserahkan kepada raja (pengulunte). Pada malam bejege diadakan tari saman (ketika tamu baru datang, saman kunul), didong (didong jalu atau didong niet, sesuai dengan hajat tuan rumah), bines, setelah selesai acara persembahan didong.
Pada kesempatan ini juga masing-masing pengantin menerima ejer marah manat putenah dari biak opat (ralik, juelen, sebet guru) melalui pongot.

4. Mah Bai (Naik Rempele)
Bagian ini adalah jema opat mengantarkan calon aman mayak ke rumah penganten wanita untuk dinikahkan. Pengantin pria dan rombongan dijemput oleh telangke dan diiringi dengan musik canang (tang ting tong tang ting tong dung). Sebelum sampai di rumah pengantin wanita, rombongan ini singgah terlebih dahulu di rumah persilangan yang ditentukan, agar pihak mempelai wanita dapat bersiap-siap menerimanya.

Ketika berada di rumah persilangan, semua bentuk perjanjian diselesaikan, dan diberikan alang-alang yang terdiri dari tebu tiga batang, kelapa satu buah, telor ayam tiga butir, jeruk purut tiga buah, dan buah pinang.

Ketika rombongan tiba di halaman rumah calon inen mayak, rombongan berhenti sejenak untuk (tawar dun kayu) dan menerima penghormatan dari pihak inen mayak. Kepada calon aman mayak pada saat itu diberi minum santan, dan selanjutnya acara seduen (tawar dun kayu). Setelah aman mayak berada dalam rumah inen mayak, ucapan selamat datang dan penyerahan segala sesuatunya disampaikan melaui melengkan.

Usai melengkan dilaksanakan akad nikah (sesuai dengan syariat Islam). Setelah selesai menikah aman mayak dan inen mayah dilaga kambing (isentur) oleh beru bujang pengiring aman mayak, dengan jalan menyorong ke muka, ke belakang, supaya aman mayak dan inen mayak bersentuhan. Kemudian pengasuh membawa aman mayak ke dalam kamar pengantin (atas delem) melalui tetitin perlo (jalan khusus) yang dirintangi dengan kain panjang. Untuk melewati rintangan ini harus mampu menjawab pertanyan atau harus dapat memenuhi permintaan yang diajukan oleh teman-teman inen mayak. Kemudian diterima oleh pengasuh dari pihak inen mayak dan selanjutnya inen mayak mengadakan semah pincung (penghormatan mulia) kepada suaminya.

Keesokan harinya dilakukan upacara turun nume pihak besan (ume) pulang. Sebelumnya terlebih dahulu diadakan makan bersama. Selesai makan inen mayak memberikan oleh-oleh (alun) untuk tanda mata yang terdiri dari tikar pandan, kendi (labu), periuk, dan lain-lain.

Atas delem dilakukan selama tiga atau tujuh hari, jumlahnya harus ganjil. Selama tiga atau tujuh hari ini aman mayak harus datang setelah gelap dan pulang sebelum terang. Kedatangan aman mayak ini disambut oleh gadis-gadis teman inen mayak dan aman mayak selalu dipanggil kail. Pada saat ini semua tingkah laku aman mayak menjadi perhatian anak-anak gadis. Jika salah ucap atau salah perbuatan akan menjadi ejekan kepada aman mayak. Kemudian selama tiga malam atau tujuh malam inen mayak mongot bersebuku.

D. Tahapan Penyelesaian
Pada tahapan penyelesaian ini juga dapai menjadi tiga bagian, yaitu:



1. Mah Beru
Kebalikan mah bai adalah diadakan mah beru atau julen yaitu acara mengantar inen mayak ke tempat aman mayak. Satu malam sebelum mah beru biasanya selalu mongot bersebuku kepada orangtua, teman, keluarga, dan tetangga. Inen mayak membawa kendi berisi air dan batu dari tempat pemandian (aunen), tujuannya supaya cepat melupakan kampung halaman. Sedangkan peralatan yang dibawa pada saat mah beru adalah sebagai berikut:
a. Nasi bungkus sebanyak 20 sumpit (kero tum 20 tape) untuk
b. Tempah untuk keperluan rumah tangga aman mayak urum inen mayak, misalnya cawan, pingen, mangkuk, kuren, senuk legen, capir, belenge.
c. Alun dibagikan kepada famili pengantin pria, termasuk kepada jema opat yang terdiri dari 12 tikar besar (alas kolak) dan 12 tikar kecil (alas ucak), dan sumpit yang tidak tertentu jumlahnya (tape, bebalun, geduk, dan karung). Semua jenis pemberian inilah disebut dengan unyuk betempah, tempah benile (pemberian yang mulia dan berharga).
Kemudian inen mayak sungkem (semah) kepada kedua orangtua (tuen) dan memeberikan alun tikar besar, tikar kicil dan sumpit. Kemudian pihak tuen memberikan penghargaan (selpah; lapik nuku) kerbau atau kambing sesuai dengan kemampuan. Selanjutnya sungkem kepada semua keluraga dekat dan memeberikan alun sesuai dengan dekat tidaknya hubungan keluarga.

2. Tanag Kul
Tanang kul dilakukan setelah tiga sampai dengan tujuh hari, inen mayak harus mengunjungi orangtua dan semua famili di kampung halaman. Dengan membawa nasi bungkus lengkap dengan ikannya (kero tum urum pengkeroe) sebanyak 40 sumpit dan diberikan kepada keluarga inen mayak, yang dekat sampai ke yang jauh (mulei bau mungkur sawah bau tekur). Kemudian sumpit dikembalikan dengan isi uang (isi ni tape) kepada inen mayak.

3. Entong ralik

Entong ralik dilakukan karena rindu atau karena perayaan (taun kul). Entong ralik ini hanya membawa nasi satu sumpit kepada orangtua kandung, namun kalau ada bermudahan dapat dibawa untuk keluarga dekat yang lainnya.

IV. Tawar Dun Kayu Untuk Perkawinan
Dalam melaksanakan perkwinan dalam suku Gayo harus dilakukan tepung tawar (tawar dun kayu) kepada calon pengantin pria dan wanita. Hal-hal yang berhubungan denagan tawar dun kayu adalah seabagai berikut:

a. Bahan Tawar Dun Kayu:
• Jejerun
• Pelulut
• Dedingin
• Teteguh
• Air Mulih
• Beras Padi
• Repie
b. Bahan Taburan:
• Bertih (tidak dipilih)
• Beras Padi
c. Alat Tawar Dun Kayu
• Buke atau Are Cap
• Bebalun
• Bengkuang
d. Doa Mengambil tawar dun kayu:
• Untuk mengambil jejerun, pelulut, dedingin, dan teteguh doanya:
(Bismilahhirrahmanirrahim. Assalamualikum rumput jarum-jemarum si ara tuyuh ni langit, si ara atas ni bumi, ko male kuangkap ke tawar ni polan. Enti ko cules! Enti Ko percume!)
• Untuk Mengambil air mulih, doanya:
(Bismillahhirrahmanirrahim. Assalamualaikum Nabi Syahyati. Ko turun ni Tuhen ku denie ini ara tulu perkara. Pertama ken aih minum. Kedue ken aih semiyang. Ketige ken penyuci lahir batin tawar bengi rembege ni polan)
• Untuk mengambil beras padi doanya:
(Bismillahhirrahmanirrahim. Assalamualaikum beras padi si emus kuyu, si mubunge terbang, ko male kuangkak ken tungkel semangat ni polan)

d. Cara Membuat Tawar Dun kayu
• Untuk Tawar Dun Kayu, masukkan air mulih, beras padi, repie ke dalam buke dan jejerun, pelulut, teteguh, dedingin diikat serit murip dengan bengkuang dan berdirikan di dalam kendi.
• Untuk taburan, campurkan bertih dan beras padi dan masukkan ke dalam bebalun.
c. Cara Mengambil Tawar Dun Kayu
• Waktunya Pagi.
• Diambil oleh wanita, berjumlah tiga atau lima orang.
• Pilih tawar yang terbaik.
• Kalau pencabutan pertama (jejerun), akar tunggalnya putus, cari yang lain. Kalau sampai tiga kali tetap putus, batalkan pengambilan tawar pada hari ini dan rencanakan untuk besok harinya.
• Pengambilan tawar dengan tangan kiri.
• Tawar yang pertama diambi adalah jejerun.

F. Cara Tawar Dun Kayu
• Seduen, Sara, roa, tulu, opat, lime, onom, pi….tu ! Beseke sejuk ni tawar dun kayu ini, besemi le kire sejuk ni keluargamu.
• Tawar dun kayu disiramkan ke ubun-ubun calon aman atau inen mayak.
• Kemudian ditaburkan bertih dan beras padi.


V. Penutup
Suku Gayo Lues salah satu suku yang ada di Indonesia, memiliki budaya tersendiri dan yang membedakan dengan kebudayaan suku lain. Suku Gayo memiliki adat perkawinan, mulai dari awal sampai akhir. Semua tahapan dan keterkaitan dengan simbol, doa, istilah adalah falsafah hidup suku Gayo.
Sistem perkawinan suku Gayo Lues ini penulis sampaikan sekedar mengantar peserta seminar untuk masing-masing menyampaikan pendapat. Semoga dalam seminar ini dapat kita tampung masukkan demi penyempurnaan adat perkawianan suku Gayo Lues pada masa yang akan datang dan dapat kita wariskan pada anak cucu kita.







BAHAN BACAAN

A.R. Hakim Aman Pinan. 2001. Daur Hidup Gayo. Takengon:Pemerintah
Daerah Aceh Tengah.
Ajib Rosidi.1994. Sastera dan Budaya Kedaerahan dan Keindonesiaan.
Jakarta: Pustaka Jaya.

Ali Garishah. 1988. Metode Pemikiran Islam(Terjemahan Salim Basyarahil).
Indonesia – Malaysia: Thinkers Library

Arib Budiman dan kawan-kawan. 1986. Mencari Konsep Manusia Indonesia.
Jakarta : Erlangga.

Arnold Hauser. 1982: The Sosiology of Art. London: TheUniversiti of Chikago
Press.
Buniyamin.S. 1994. Budaya dan Adat Istiadat Gayo Lues.Gayo Lues:
Blangkejeren.

C. Snock Hurgronje. 1996. Tanah Gayo dan PenduduknyaJakarta: INIS.

Damanhuri Djamil. 1985. Kesatupadauan Manusia dan Alam, Mencari
Makna Keberadaan Manusia. Bandung : Pustaka.

Elly Radia. 2000. Geografi Dialek Bahasa Gayo di
KecamatanBebesen.(Skripsi). Medan: Fakultas Sastera USU.

H. Sutejo Sujitno dan H. Mashhud Achmad. 1995. Aceh Masa Lalu, Kini, dan
Masa Depan. Daerah Istimewa Aceh : Sekretariat Gubernur.

Haron Daud. 2004. Ulit Mayang, Kumpulan Mantera Melayu. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka

Hasan Leman. Tanpa Tahun. Seminar Kebudayaan Gayo Lues..Blangkejeren :
Naskah Seminar.

Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:Aksara Baru.

L.K. Ara. 1995. Seulaewah, “Antologi Sastra Aceh Sekilas Pintas”. Jakarta:
Yayasan Nusantara.

M. Affan Hasan dkk. 1980. Kesenian Gayo dan Perkembangannya. Jakarta:
Balai Pustaka.

M. Junus Melalatoa.1985. Kamus Bahasa Gayo Indonesia. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

M. Junus Melalatoa. 2001. Didong Pentas Kreatifitas Gayo Jakarta:
Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan dan Yayasan Obor Indonesia
Yayasan Sains Estetika dan Teknologi.

M. Salim Wahab. 2003. Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Gayo Lues.
Blangkejeren. Pemda Gayo Lues.

Musyawarah Masyarakat Gayo Lues. 1961. Blangkejeren Gayo Lues:
Naskhah Seminar.

Siti Zainon Ismail. 1989. Percikan Seni. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.

Sulaiman Hanafiah. 119844. Sastera Lisan Gayo. Jakarta. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.

Syamsuddin Said. Tanpa Tahun. Didong Gayo.Gayo Lues Blangkejeren.
Naskah Ketikan.

Umar Yunus. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Gramedia

Yulianus Liem Beng. 2002.”Ragam Kesenian dari Aceh”.www.Culture or. Id.
Sumber Lain
1. Wawancara dengan tokoh adat di Gayo Lues.
2. Kaset didong Gayo Lues dan Takengon.
3. Pengalaman.


Disampaikan dalam Seminar Nasional Perwakinan Adat Gayo di Aceh Tenggara

2 komentar: